PPkn kelas X Kurikulum Merdeka Bagian 2

 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 

Kelas X Kurikulum Merdeka 

Bagian 2

"Undang - Undang Dasar

Negara Republik Indonesia

Tahun 1945" 

UNIT 1

"Pengenalan Konstitusi dalam Pengalaman Hidup Sehari-hari"

Konstitusi UUD NRI Tahun 1945

Konstitusi merupakan pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang dipersiapkan sebelum atau sesudah berdiri sebuah negara. Konstitusi sebuah negara merupakan hukum dasar tertinggi yang berisi tata penyelenggaraan negara. Konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi serta paling fundamental sifatnya. Oleh karena itu, konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah negara harus dimaksudkan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tertinggi bernegara. Dalam konteks negara Indonesia, tujuan tertinggi bernegara adalah seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni: 
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2) Memajukan kesejahteraan umum 
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Ada 2 macam konstitusi, yakni tertulis dan tidak tertulis. Indonesia memiliki UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi tertulis dan konvensi. Konvensi merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara (dilakukan terus menerus dan berulang-ulang) dalam praktik penyelenggaraan negara tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dalam praktik penyelenggaraan negara.

UUD NRI Tahun 1945 sejak disahkan telah mengalami beberapa kali perubahan, bahkan pergantian. Perubahan ini terjadi karena dipengaruhi oleh keadaan dan dinamika politik yang berkembang dan terjadi di Negara Indonesia. UUD NRI Tahun 1945 untuk pertama kalinya diganti oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Penggantian ini membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, salah satunya adalah berubahnya Negara Kesatuan Indonesia menjadi Negara Serikat. Pemberlakukan Konstitusi RIS 1949 tidak berlangsung lama, karena sejak 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS tahun 1950. Pergantian ini kembali menyebabkan perubahan dalam ketatanegaraan Indonesia, yaitu kembali ke negara kesatuan yang berbentuk republik, dan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer. Pada 5 Juli 1959 presiden mengeluarkan Dekrit, yang menyatakan kembali ke UUD NRI Tahun 1945 pertama.


UUD NRI Tahun 1945 dalam Kehidupan Sehari-hari





UNIT 2

"Pengenalan Norma dalam Kehidupan Sehari-hari"

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) norma memiliki 2 makna. Pertama, aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima. Dalam pengertian ini, maka norma adalah sesuatu yang berlaku dan setiap warga harus menaatinya. Kedua, aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu.

Ada 4 jenis Norma, yakni:
1) Norma Susila: aturan pergaulan dalam masyarakat yang bersumber dari hati nurani manusia yang berkaitan dengan pemahaman baik dan buruk yang ada dalam kehidupan masyarakat, seperti pergaulan antara pria dan wanita;
2) Norma Sosial: aturan pergaulan dalam masyarakat yang menata tindakan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya, seperti bagaimana berbicara dan bertindak yang sopan;
3) Norma Agama: aturan pergaulan dalam masyarakat yang bersumber dari ajaran agama;
4) Norma Hukum: aturan pergaulan dalam masyarakat yang berasal dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan atau DPR(D) di berbagai tingkatan.

Norma diperlukan agar interaksi antar manusia dapat berjalan dengan baik, saling menghormati, saling memberi, tolong menolong dalam kebajikan, dan menyayangi. Dalam norma, yang melanggar akan mendapat hukuman dengan ketentuan yang telah disepakati anggota masyarakat. Hadiah dan hukuman, dalam norma, terkadang berupa pemberian dan sanksi sosial (kultural). Bukan pemberian material atau hukuman fisik.
Ada pula norma yang tidak ditulis, seperti antar tetangga harus saling membantu bila ada kesulitan. Antar warga tidak boleh melakukan aktivitas yang dapat mengganggu tetangga, seperti membunyikan musik keras-keras, dan lain sebagainya. 




UNIT 3 

"Hubungan Erat Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945"

Pancasila menjadi sumber segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara sesuai dengan Pembukaan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat. Berarti setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di bawah Pancasila adalah UUD NRI Tahun 1945. UUD NRI Tahun 1945 selalu mendasarkan kepada Pancasila yang tertulis dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 beserta rangkaian cita-cita berbangsa dan bernegara. Hukum tata negara, tata pemerintahan, hubungan negara dengan warga negara, yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, semua mendasarkan kepada 5 sila Pancasila. 

Pancasila adalah titik temu seluruh warga negara Indonesia. Ia menjadi titik temu yang dapat menyatukan keragaman bangsa Indonesia. Pancasila juga dapat menjadi asas tunggal dalam tatanan struktur bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, persatuan Indonesia harus menghadirkan negara untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Negara harus hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia, yang berdasar kepada kedaulatan rakyat dalam permusyawaratan perwakilan. 

Kita dapat menunjukkan beberapa pasal dalam UUD NRI Tahun 1945, untuk menggambarkan pasal-pasal yang dirumuskan terkait erat dengan 5 sila Pancasila yang terekam dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945 merupakan salah satu terjemahan dan sekaligus upaya pelaksanaan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal 34 UUD NRI Tahun 1945 erat kaitannya dengan usaha pelaksanaan sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.




UNIT 4

"Membuat Kesepakatan Bersama"

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesepakatan berarti perihal sepakat atau maknanya konsensus. Sedangkan makna konsensus adalah kesepakatan kata atau permufakatan bersama (mengenai pendapat, pendirian, dan sebagainya) yang dicapai melalui kebulatan suara. Kesepakatan bersama juga terkait dengan negosiasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan negosiasi sebagai :
1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; atau 
2) penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa

Kesepakatan bersama dapat dikaitkan dengan integrasi sosial. Integrasi sosial merupakan proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik berupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Dalam integrasi sosial, kesepakatan bersama mewujud dalam bentuk Asimiliasi (pembauran kebudayaan) dan akulturasi (penerimaan sebagian unsur asing).

Antara Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan Kesepakatan Bersama dalam kehidupan sosial, semua memerlukan komitmen untuk dilaksanakan atau ditaati. Pelanggaran atas kesepakatan formal kenegaraan dalam Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan yang lain akan menyebabkan tatanan kehidupan bernegara tidak dapat mencapai idealita yang diharapkan bersama. Demikian pula Kesepakatan Bersama, tidak mengindahkan aturan bersama dalam interaksi sosial ini akan membuat hubungan kemasyarakatan menjadi tidak harmonis dan memungkinkan terjadi konflik sosial.




UNIT 5 

"Produk dan Hierarki Perundang-undangan"



Mengapa undang-undang dipandang penting, beberapa pertimbangan di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
b. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.

Setidaknya ada tujuh jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011, berikut adalah jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terdiri atas:
a. Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang - Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.




UNIT 6

"Hubungan Antar Perundang-undangan"

Seharusnya masing-masing produk perundang-undangan dapat sinkron dan saling melengkapi, sehingga dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara seperti yang dicita-citakan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Namun, nyatanya ada sejumlah permasalahan mendasar dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Di antaranya, tidak sinkron antar perencanaan peraturan perundang-undangan (pusat dan daerah) dengan perencanaan dan kebijakan pembangunan. Bahkan, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menyimpang dari materi muatan yang seharusnya diatur. 

Tidak sinkron antara perencanaan pembangunan dan perencanaan legislasi dapat tergambar dalam dokumen perencanaan pembangunan dan dokumen perencanaan legislasi periode tahun 2015-2019. Dari 70 Rancangan Undang- Undang dalam usulan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan Prolegnas 2015-2019, hanya 3 RUU yang kemudian dapat disahkan. Di luar 70 RUU tersebut, masih ada 12 RUU yang diusulkan oleh pemerintah dalam Prolegnas yang berada di luar kerangka perencanaan pembangunan nasional, dan terdapat 14 RUU yang masuk dalam RPJMN tetapi tidak masuk ke dalam Prolegnas.

Selain itu, ada banyak peraturan perundang-undangan, seperti peraturan daerah (Perda), yang bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Sinkronisasi atau harmonisasi antar produk perundang-undangan (nasional dan daerah) diperlukan sebagai satu kesatuan hukum yang
saling mendukung, menjadi legitimasi dan arah bagi pembangunan Indonesia. Pembenahan kualitas perundang-undangan (regulasi) juga diperlukan agar mendukung pencapaian prioritas pembangunan Indonesia.




UNIT 7

"Menganalisis Produk Perundang-undangan"

Bagaimana hubungan seharusnya, antara Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dengan peraturan perundang-undangan yang lain? 
Beberapa hal berikut dapat menjadi pedoman dalam mencermati hubungan antar perundang-undangan.

1. Tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus merujuk kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Tidak boleh mengabaikan apalagi bertentangan. Produk perundang-undangan yang ada di bawahnya tidak boleh bertentangan terhadap keduanya. Jika sila pertama Pancasila menyebutkan “Ketuhanan yang Maha Esa” dan Pasal 29 ayat (1) dan (2) memberikan jaminan kebebasan beragama. Maka, undang-undang hingga peraturan daerah tidak boleh menuliskan norma hukum yang melarang kebebasan beragama.

2. Peraturan perundang-undangan yang ada di bawah UUD NRI Tahun 1945 harus merujuk atau memiliki cantolan terhadap pasal atau ayat yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945. 
Hal demikian berlaku secara hierarki dalam urutan perundang-undangan. Sehingga sebuah Peraturan Daerah, misalnya, bukan hanya harus merujuk kepada UUD NRI Tahun 1945 tetapi harus pula merujuk
kepada Undang - Undang atau Peraturan Pemerintah yang ada di atasnya, yang sejalur perihal yang diatur.

3. Isinya harus searah dan mendukung terhadap peraturan perundang-undangan yang di atasnya, norma hukum yang ada harus dapat dilaksanakan, dan harus selaras dengan upaya mendorong pemerintahan yang melayani kepentingan rakyat, memperhatikan rasa keadilan masyarakat, dan tidak berpeluang
digunakan untuk korupsi.

Apabila ketiga hal di atas tidak terpenuhi, maka sebuah peraturan perundang-undangan dapat digugat. Apabila peraturan berbentuk Undang - Undang, maka dapat digugat (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan selainnya, dapat dilayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Ketiga hal di atas, sekaligus merupakan alat sederhana untuk menganalisis sebuah produk perundang-undangan.








Disusun Oleh :
Nama : Meylani Nur Aisyah
Sekolah : SMA NEGERI 1 WATES
Kelas : X-7
Mapel : PPKn
Guru Mapel : Ibu Ida Lailatul Fauziah 



























Komentar

  1. Baguus luar biasa...teruslaah berkaryaa

    BalasHapus
  2. wow hebat sekali melani. pasti ada sosok guru yg istimewa , bu ida Fauziah misalnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PPKn Kelas X Kurikulum Merdeka Bagian 1